Rabu, April 24, 2024
Lainnya
    BeritaAlasan Tilang Elektronik Lebih Tepat Diterapkan untuk Pengendara Motor

    Alasan Tilang Elektronik Lebih Tepat Diterapkan untuk Pengendara Motor

    Sistem penegakan hukum Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) atau tilang elektronik di wilayah Polda Metro Jakarta pada 1 Februari 2020 tidak hanya diberlakukan bagi pengendara mobil, tetapi  sepeda motor juga. Termasuk kendaraan selain plat nomor B.

    Menurut Pemerhati Transportasi Budiyanto, ETLE dibutuhkan mengingat seiring perkembangan dan tuntutan zaman, serta fenomena pelanggaran pengendara sepeda motor yang cukup memprihatinkan, sehingga perlu ada upaya paksa yang dikemas dalam sistem penegakan hukum untuk memberikan efek jera.

    “Secara bertahap diharapkan ada proses yang pasti untuk terbentuknya budaya tertib berlalu lintas di Indonesia, khususnya di Jakarta,” ungkap Budiyanto dalam pesan tertulis, Selasa (28/1/2020).

    Budi yang juga merupakan mantan Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya menyatakan, rencana Ditlantas PMJ yang akan memberlakukan sistem penegakan hukum tilang elektronik dengan sasaran pengendara sepeda motor merupakan suatu cara yang dinilai cukup efektif dan memiliki deterrence effect cukup tinggi.

    Budi sendiri menilai, ada beberapa keunggulan jika penerapan tilang elektronik diterapkan, antara lain:

    1. CCTV yang didukung teknologi dapat mendeteksi atau capture pelanggar secara otomatis, seperti robot atau tidak pandang bulu atau tidak tebang pilih.

    2. Dapat bekerja selama full time (1×24 jam).

    3. Dapat meng capture pelanggaran yang menjadi sasaran secara maksimal (aspek kuantitas maksimum).

    4. Data pelanggaran tersimpan di Back office dalam bentuk video dan photo, serta dapat langsung terverifikasi, validitasnya terjamin dan aspek kualitasnya.

    5. Nilai deterrence effect tinggi, karena pengendara merasa diawasi dengan adanya CCTV.

    Sebaliknya, penegakan hukum dengan cara-cara konvensional yang sasarannya pengendara sepeda motor, kata Budi sudah usang, tidak efektif dan pemborosan. Hal ini karena adanya indikator sebagai berikut:

    1. Pelanggaran sepeda motor sudah cukup masif atau tinggi.

    2. Memerlukan tenaga manusia yang cukup banyak.

    3. Tidak dapat bekerja full time karena keterbatasan sumber daya manusia.

    4. Peluang KKN cukup tinggi.

    5. Sering terjadi perdebatan di lapangan.

    6. Hasilnya tidak akan maksimal karena tergantung banyak sedikitnya petugas.

    7. Personil tidak akan menjangkau dengan jumlah pelanggaran yang banyak.

    Budi menyarankan kepada pihak terkait, sebelum sistem tersebut diberlakukan ada baiknya tetap dilakukan pengkajian secara ilmiah, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari aspek sosial, ekonomi, keamanan dan yuridis.

    “Pemberlakuannya diharapkan melalui pentahapan yang jelas: Sosialisasi-uji coba- pelaksanaan. Pentahapan tersebut untuk memberikan ruang yang cukup dalam proses memberikan pemahaman, baik kepada petugas itu sendiri maupun masyarakat secara luas, khususnya pengendara sepeda motor,” terangnya. (Her)

    Populer
    GIIAS 2023
    Berita Terkait