Rabu, April 24, 2024
Lainnya
    InformasiJasa & KeuanganOJK: Sanksi Tegas Berlaku Bagi Leasing Yang Masih Gunakan Jasa Debt Collector

    OJK: Sanksi Tegas Berlaku Bagi Leasing Yang Masih Gunakan Jasa Debt Collector

    News.OLX.co.id – Aksi main ambil paksa kendaraan oleh oknum debt collector kembali ramai mencuat. Banyak pihak mengecam kejadian ini dan menuntut berbagai pihak terkait untuk mengambil keputusan tegas.

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun bereaksi dengan keputusan untuk memberikan sanksi tegas kepada perusahaan pembiayaan atau leasing yang menempuh jalan menggunakan jasa pihak ketiga, yakni debt collector. 

    “OJK tidak mentolerir debt collector yang melanggar hukum. Sanksi akan diberikan pada perusahaan pembiayaan yang melanggar,” jelas juru bicara OJK, Sekar Putih Djarot beberapa waktu lalu. 

    Dalam keterangannya, juru bicara OJK ini juga menyatakan sudah melakukan komunikasi dengan Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) dan meminta agar proses penagihan dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku.

    “Agar mereka menertibkan anggota yang masih melakukan penagihan menggunakan debt collector,” terangnya. 

    Jasa Debt Collector

    Keputusan terkait larangan mengeksekusi obyek jaminan fidusia atau agunan seperti kendaraan atau rumah secara sepihak sebenarnya sudah dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Keputusan tersebut tertuang dalam Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020. 

    Dalam keputusan tersebut jelas tertulis, bahwa perusahaan pembiayaan sebagai penerima hak fidusia (kreditur) harus terlebih dahulu meminta permohonan eksekusi kepada Pengadilan Negeri untuk bisa melakukan eksekusi menarik obyek jaminan fidusia. 

    Kreditur bisa menarik jaminan sepanjang pemberi hak fidusia (debitur) mengakui adanya wanprestasi dan secara sukarela menyerahkan benda yang menjadi obyek dalam perjanjian fidusia. Maka menjadi kewenangan sepenuhnya bagi kreditur untuk bisa melakukan eksekusi sendiri (parate eksekusi). 

    MK menyatakan bahwa eksekusi itu sendiri harus disertai dengan kesepakatan pihak debitur maupun kreditur untuk menentukan kondisi seperti apa yang membuat wanprestasi terjadi.

    Contoh, jika ada debitur yang menunggak tiga bulan, atau tiga kali pembayaran lebih dan dalam waktu tiga bulan tidak bisa dihubungi dan tidak memiliki itikad baik, maka perusahaan pembiayaan bisa mengajukan upaya hukum untuk menyita barang jaminan tersebut. 

    Menanggapi ancaman sanksi keras dari OJK, Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno menyatakan sepakat untuk melakukan penegakan hukum. Namun dibalik itu, Suwandi juga meminta agar pihak berwenang melihat kemungkinan oknum debitur yang memanfaatkan kebijakan tersebut.

    “Kami berharap kasus-kasus seperti ini bisa dilihat secara jernih dan fair. Jangan sampai itikad tidak baik dan melanggar perjanjian akhirnya disangkal debitur dengan memanfaatkan dalih aturan. Karena jika aturan tidak ditegakkan maka industri pembiayaan juga akan terganggu,” pungkasnya.

    Populer
    GIIAS 2023
    Berita Terkait