Bahan Bakar Nabati (BBN) D100 jadi produk terbaru yang dihasilkan PT Pertamina (Persero) DHDT Refinery Unit (RU) II yang terletak di Dumai, Riau. BBN ini merupakan green diesel 100 persen terbuat dari minyak sawit dengan spesifikasi Cetane Number mencapai 79.
Keberadaan BBN D100 ini ternyata sudah turut diuji coba oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, saat kunjungannya setiba di Bandara Pinang Kampai Dumai menuju Kilang Minyak Pertamina RU II Dumai.
“Saya bersama Bu Dirut menaiki mobil yang sudah diuji dengan bahan bakar D-100, dan hasilnya suara mesin halus. Ini sekaligus sosialisasi hasil uji coba pengolahan RBDPO 100 persen,” ungkap Agus dalam keterangan tertulis, Senin (20/7/2020).
Kata Agus, hasil penggunaan BBN D100 pada mobil MPV selama perjalanan dianggap mampu menghasilkan performa mesin yang baik, dan ramah lingkungan.
Agus yang turut menggunakan mobil MPV berbahan BBN D100 mengatakan, performa mesin yang baik dan ramah lingkungan. Hal ini dibuktikannya ketika menguji coba mobil jenis MPV yang telah mengkonsumsi D-100 dari Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO) produksi PT Pertamina (Persero).
Menperin mengapresiasi kepada tim peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB) di bawah pimpinan Prof. Dr. Soebagjo yang telah kerja keras bersama tim Pertamina dengan melakukan rekayasa co-processing minyak sawit, yang membuat Indonesia menjadi salah satu referensi teknologi produksi biofuel dunia.
“Keberhasilan ini mewujudkan teknologi produksi green diesel secara stand alone, dengan Katalis Merah Putih made in Indonesia,” ujarnya.
Agus juga mengatakan, inovasi tersebut menjadi momen tepat untuk menyampaikan pesan bahwa Indonesia akan mandiri dalam penyediaan energi nasional di tengah maraknya kampanye negatif terhadap minyak sawit Indonesia oleh Uni Eropa dan negara importir lainnya.
“Indonesia akan mengurangi impor BBM dan menggantinya dengan bahan bakar hijau yang ramah lingkungan dan berkelanjutan,” tegasnya.
Di samping itu, penguasaan lisensi teknologi produksi katalis di dalam negeri akan menjadikan Indonesia sebagai basis produksi katalis dan mengurangi ketergantungan impor.
“Kami sangat mendukung rencana pembangunan pabrik katalis skala besar atau komersial. Apalagi, hampir seluruh produksi bahan kimia membutuhkan katalis sebagai jantung proses produksi, sehingga pasar katalis dalam negeri menjadi sangat potensial,” jelasnya.
“Saya ucapkan selamat kepada Pertamina, khususnya Kilang Dumai yang telah membuktikan bahwa kita mampu dan punya keberanian luar biasa. Dengan proses yang dimulai sejak tahun 2019, kita sama-sama bekerja keras untuk meningkatkan kemampuan anak negeri dan Pemerintah akan selalu mengawal Pertamina,” sambung Agus.