Jumat, Maret 29, 2024
Lainnya
    BeritaEra Kendaraan Listrik Depan Mata, Seberapa Siap Indonesia?

    Era Kendaraan Listrik Depan Mata, Seberapa Siap Indonesia?

    Era kendaraan listrik di depan mata, dan pemerintah menyatakan Indonesia siap turut serta. Kesiapan setidaknya dibuktikan dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai atau Battery Electric Vehicle (BEV) untuk Transportasi Jalan.

    Tidak hanya itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita saat acara webinar dengan tema “Quo Vadis Industri Otomotif Indonesia di Era Elektrifikasi” juga mengatakan, pemerintah kini sedang menerapkan Rencana Pengembangan Industri Nasional (RIPIN), dan prioritas pengembangan industri otomotif pada periode 2020 – 2035 berupa pengembangan kendaraan listrik beserta komponen utamanya seperti baterai, motor listrik, dan inverter. 

    Tidak hanya itu, Agus juga mengatakan, bahwa pemerintah telah membuat peta jalan (roadmap) pengembangan industri Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 27 Tahun 2020 tentang Spesifikasi Teknis, Roadmap EV dan Perhitungan Tingkat Kandungan Lokal Dalam Negeri (TKDN). 

    ”Regulasi ini berfungsi sebagai petunjuk atau penjelasan bagi stakeholder industri otomotif terkait strategi, kebijakan dan program dalam rangka mencapai target Indonesia sebagai basis produksi dan ekspor hub kendaraan listrik,” ungkapnya.

    Kata Agus, untuk menciptakan ekosistem dalam pengembangan kendaraan listrik, diperlukan keterlibatan dari para pemangku kepentingan yang meliputi industri otomotif, produsen baterai, dan konsumen. 

    ”Bahkan, dalam upaya pengembangan BEV ini juga memerlukan kegiatan pilot project serta ketersediaan infrastruktur seperti charging station,” ujarnya.

    Maka dari itu, lanjut Agus, pemerintah menargetkan produksi BEV pada tahun 2030 dapat mencapai 600 ribu unit untuk roda 4 atau lebih, serta 2,45 juta unit untuk roda 2. 

    ”Produksi kendaraan listrik diharapkan mampu menurunkan emisi CO2 sebesar 2,7 juta ton untuk roda 4 atau lebih dan sebesar 1,1 juta ton untuk roda 2,” sebut Menperin.

    Dukungan dari pemerintah Untuk Kendaraan Listrik

    Dalam rangka mendukung industrialisasi BEV, pemerintah memberikan berbagai insentif fiskal dan non-fiskal bagi konsumen BEV, seperti pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM) sebesar 0% (PP No 74/2021), pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor (BBN-KB) sebesar 0 persen untuk KBLBB di Pemprov DKI Jakarta (Pergub No 3/2020).

    Selanjutnya, BBN-KB sebesar 10 persen mobil listrik dan 2,5 persen sepeda motor Listrik di Pemprov Jawa Barat (Perda No. 9/2019), kemudian uang muka minimum sebesar 0 persen dan suku bunga rendah untuk kendaraan listrik (Peraturan BI  No 22/2020), diskon penyambungan dan penambahan daya listrik, dan sebagainya.

    Sementara itu, bagi perusahaan industri BEV dapat memanfaatkan berbagai fasilitas seperti Tax Holiday atau Mini Tax Holiday (UU 25/2007, PMK 130/2020, Per BKPM 7/2020), Tax Allowance (PP 18/2015 Jo PP 9/2016, Permenperin 1/2018), Pembebasan Bea Masuk (PMK 188/2015), Bea Masuk Ditanggung Pemerintah, serta Super Tax Deduction untuk kegiatan R&D (PP 45/2019, dan PMK No.153/2020).

    Seiring kebijakan tersebut, guna mempercepat popularisasi penggunaan kendaraan listrik di dalam negeri, pemerintah akan menetapkan peraturan tentang peta jalan pembelian kendaraan listrik di instansi pemerintahan. 

    ”Dalam roadmap yang dirancang hingga tahun 2030 tersebut, diperkirakan pembelian kendaraan listrik untuk roda 4 akan mencapai 132.983 unit, sedangkan untuk kendaraan listrik roda 2 akan mencapai 398.530 unit,” imbuhnya.

    Memiliki peran strategis

    Menperin menambahkan, meningkatnya kebutuhan baterai kendaraan listrik dinilai akan mendukung peran strategis dalam rantai pasok global industri kendaraan listrik. Hal ini mengingat posisi Indonesia sebagai pemilik cadangan nikel terbesar di dunia serta masih tingginya cadangan bahan baku primer lainnya seperti cobalt, mangan, dan aluminium.

    ”Saat ini, ada sembilan perusahaan yang mendukung industri baterai, yang meliputi lima perusahaan penyedia bahan baku baterai terdiri dari nikel murni, kobalt murni , ferro nickel, endapan hidroksida campuran, dan lain-lain, serta empat perusahaan adalah produsen baterai,” jelasnya. 

    Dengan demikian, Indonesia mampu mendukung rantai pasokan baterai untuk kendaraan listrik mulai dari bahan baku, kilang, manufaktur sel baterai dan perakitan baterai, manufaktur EV, hingga daur ulang EV.

    ”Masa depan kendaraan listrik juga tergantung pada inovasi baterai yang saat ini cenderung tidak menggunakan bahan baku nikel, kobalt, dan mangan seperti lithium sulfur dan lithium ferro phospat yang membuat baterai lebih murah, termasuk juga inovasi solid baterai dan pengembangan basis storage hidrogen,” paparnya.

    Oleh karena itu, industri baterai di Indonesia harus mengantisipasi perkembangan teknologi ke depan karena akan membawa dampak pada baterai yang lebih murah, energi yang dihasilkan lebih tinggi dan waktu pengisian yang singkat. 

    ”Adanya teknologi disruptive battery seperti ini, mengindikasikan ketersediaan nikel, mangan dan kobalt melimpah tidak menjamin produksi baterai keberhasilan produksi baterai. Pertimbangan biaya dan kemampuan storage dari material baru juga harus diantisipasi,” ucapnya..

    Menperin menyatakan, penjualan BEV mengalami peningkatan setiap tahunnya meskipun di tengah masa pandemi Covid 19. Bahkan dia memperkirakan penjualan BEV untuk jenis kendaraan penumpang pada tahun 2021 akan mencapai lebih dari 28 juta unit dengan market share sekitar 30 persen. 

    Pertumbuhan tersebut berdampak pada peningkatan kebutuhan lithium ion battery (LIB) sebesar 1,65 juta GWh pada tahun 2030, serta kebutuhan infrastruktur charging station sekitar 9,89 juta unit pada tahun yang sama. 

    ”Tingginya proyeksi peningkatan populasi kendaraan listrik dunia sedikit banyak dipengaruhi oleh global initiative campaign yang diprakarsai oleh berbagai negara maju dengan bekerjasama dengan para produsen EV global serta organisasi nirlaba lainnya,” tutup Agus.

    Populer
    GIIAS 2023
    Berita Terkait