Jumat, April 19, 2024
Lainnya
    BeritaHal yang Jarang Diketahui Pengendara Soal Tugas Polisi di Jalanan

    Hal yang Jarang Diketahui Pengendara Soal Tugas Polisi di Jalanan

    Beberapa waktu lalu, anggota Patroli Jalan Raya (PJR) Polda Metro Jaya Bripka Rusdy Rustam menjadi viral di media sosial lantaran diajak duel oleh pengemudi mobil Toyota Agya bernopol B 2340 SH yang dikemudikan oleh Tohap Silaban di Tol Angke, Jakarta Barat.

    Usut punya usut, pengemudi mobil ternyata kesal lantaran tak terima diusir dari bahu tol karena dia diduga sengaja berhenti dengan maksud menghindari jadwal sistem ganjil-genap.

    Tohap Silaban yang sudah ditangkap Polres Jakarta Barat, dikenakan pasal berlapis yaitu Pasal 212 KUHP tentang melawan petugas dan Pasal 335 KUHP tentang penganiayaan.

    Adapun menurut Purnawirawan Polri yang kini menjadi Pemerhati Transportasi Budiyanto, penindakan yang dilakukan Bripka Rusdy termasuk dalam tindakan diskresi untuk mengatur lalu lintas.

    Lalu apa itu diskresi?

    Diskresi merupakan keputusan dan tindakan yang ditetapkan atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan atau adanya stagnasi pemerintahan. Namun, penggunaannya harus oleh pejabat yang berwenang dan sesuai dengan tujuannya.

    Pejabat pemerintahan yang dimaksud yaitu unsur yang melaksanakan fungsi pemerintahan, baik di lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya.

    Kata Budi, diskresi yang dilakukan kepolisian bisa meliputi pemberhentian arus lalu lintas, mengatur pengguna jalan untuk terus jalan, mempercepat atau memperlambat kendaraan, mengalihkan arus lalu lintas, hingga menutup dan membuka arus lalu lintas.

    “Tindakan petugas wajib diutamakan dari pada pengaturan yang diberikan oleh alat pemberi isyarat lalu lintas, rambu-rambu lalu lintas dan atau marka jalan. Disadari atau tidak, memang pada saat kita dihadapkan pada situasi keadaan tertentu, terjadi proses perampasan,” ungkap Budi dalam pesan tertulis, Senin (10/2/2020).

    Petugas juga bisa melakukan diskresi secara tiba-tiba atau situasional, lantaran tidak berfungsinya alat pemberi isyarat lalu lintas, pengguna jalan yang diprioritaskan, pekerjaan jalan, bencana alam, kecelakaan lalu lintas atau penyebab lainnya.

    “Hak seseorang yang bersifat sementara. Sebagai contoh posisi lampu traffic light sudah menyala hijau, pengguna jalan yang seharusnya jalan, untuk sementara belum bisa jalan karena petugas masih memprioritaskan pengguna jalan yang memperoleh hak utama,” jelas Budi.

    Kata Budi, memprioritaskan pengguna jalan yang memperoleh hak utama merupakan salah satu yang masuk dalam klasifikasi keadaan tertentu, sehingga tindakan petugas yang memprioritas kendaraan tersebut walaupun lampu menyala merah tidak melanggar melanggar HAM karena dibenarkan oleh Undang- Undang.

    “Hal seperti ini kadang dapat menimbulkan kesalahpahaman  karena minimnya informasi yang berkaitan dengan pemahaman keadaan tertentu. Bahwa dalam keadaan tertentu, tindakan petugas wajib diutamakan dari pada pengaturan yang diberikan oleh alat pemberi isyarat lalu lintas, rambu-rambu lintas dan atau marka Jalan,” terangnya.

    Adapun payung hukum yang mendasari pengaturan dalam keadaan tertentu, diatur dalam :

    1. Undang- Undang Kepolisian Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Pasal 18 ayat (1).

    2. Undang-Undang lalu lintas Nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan Jalan, pasal 104.

    3. Peraturan Kapolri Nomor 10 tahun 2012 tentang pengaturan lalu lintas dalam keadaan tertentu dan penggunaan jalan selain untuk kegiatan lalu lintas.

    Budi sendiri menyadari, jika pengaturan lalu lintas dalam keadaan tertentu terkadang masih menimbulkan kesalahpahaman antara petugas dengan pengguna jalan, terutama yang merasa dirugikan dari sudut subjektif penilaiannya.

    Populer
    GIIAS 2023
    Berita Terkait