Jumat, April 19, 2024
Lainnya
    BeritaKeren, Ada Wanita Indonesia yang Ikut Racik Fitur Autopilot Tesla

    Keren, Ada Wanita Indonesia yang Ikut Racik Fitur Autopilot Tesla

    Merek mobil asal Amerika Serikat, Tesla, dalam beberapa tahun terakhir semakin hangat diperbincangkan karena sukses menggarap mobil listrik. Tidak hanya itu, karena ramah lingkungan lantaran menggunakan tenaga listrik, brand mobil yang didirikan Elon Musk ini juga dilengkapi berbagai teknologi dan fitur canggih.

    Ya, salah satu fitur andalan Tesla yaitu Autopilot atau swakemudi atau dikenal juga dengan sebutan fitur tanpa kemudi. Nah, bicara soal fitur canggih yang mampu membuat mobil melaju tanpa bantuan sopir ini, ternyata ada sosok warga negara Indonesia. Bahkan dia adalah seorang perempuan. Ehm siapa ya dia?

    Kenalin, Moorissa Tjokro, wanita berusia 26 tahun ini ternyata jadi enam orang wanita dari 110 Autopilot Engineer di perusahaan otomotif Tesla.  Moorisa sendiri berprofesi sebagai Autopilot Software Engineer atau insinyur perangkat lunak autopilot untuk Tesla di San Francisco, California. Demikian dilansir VOA.

    Moorissa Tjokro
    Moorissa Tjokro wanita asal Indonesia ini jadi enam orang wanita dari 110 Autopilot Engineer di perusahaan otomotif Tesla. (VOA Indonesia/ Moorissa Tjokro)

    “Bagian-bagian yang kita lakukan, mencakup computer vision, seperti gimana sih mobil itu (melihat) dan mendeteksi lingkungan di sekitar kita. Apa ada mobil di depan kita? Tempat sampah di kanan kita? Dan juga, gimana kita bisa bergerak atau yang namanya control and behavior planning, untuk ke kanan, ke kiri, maneuver in a certain way (manuver dengan cara tertentu.red),” ungkap Moorissa saat berbincang dengan VOA.

    Wanita yang awalnya karirnya di Tesla ini dipekerjakan sebagai Data Scientist mengatakan, saat ini setiap hari bertugas untuk mengevaluasi perangkat lunak autopilot, serta melakukan pengujian terhadap kinerja mobil, juga mencari cara untuk meningkatkan kinerjanya.

    “Kita pengen banget, gimana caranya bisa membuat sistem itu seaman mungkin. Jadi sebelum diluncurkan autopilot software-nya, kita selalu ada very rigorous testing (pengujian yang sangat ketat.red), yang giat dan menghitung semua risiko-risiko agar komputernya bisa benar-benar aman untuk semuanya,” jelas perempuan yang sudah menetap di Amerika sejak tahun 2011 ini.

    Bagi Moorissa, untuk mengembangkan fitur autopilot tak semudah membalikan telapak tangan, sebab Fitur Full-Self-Driving menjadi salah satu proyek terbesar Tesla, dan memiliki tingkat tertinggi dari sistem autopilot agar pengemudi tidak perlu lagi menginjak pedal rem dan gas.

    Karyawan Tesla
    Moorissa Tjokro dan sejumlah karyawan Tesla berpose bersama CEO Elon Musk di acara peluncuran fitur FSD.(VOA Indonesia/Moorissa Tjokro)

    “Karena kita ingin mobilnya benar-benar bekerja sendiri. Apalagi kalau di tikungan-tikungan. Bukan cuman di jalan tol, tapi juga di jalan-jalan yang biasa,” ucap Moorissa.

    Wanita lulusan S2 di Data Science di Columbia University, di New York, Amerika Serikat ini juga menyatakan, untuk mengembangkan fitur ini memang sulit, sehingga membutuhkan waktu panjang sampai-sampai timnya harus bekerja keras 60-70 jam dalam seminggu.

    Menjadi warga negara Indonesia dan mendapatkan pekerjaan yang jarang dilakukan banyak orang memang tak mudah. Begitupula bagi Moorissa. Namun begitu, hal ini tak lepas dari background pendidikannya yang disukai mengenai dunia Sains, Teknologi, Teknik/Engineering, Matematika.

    Ya, wanita kelahiran tahun 1994 ini merupakan lulusan SMA Pelita Harapan dan kemudian mendapatkan beasiswa Wilson and Shannon Technology untuk kuliah di Seattle Central College (usia 16). Hanya saja, [ada waktu itu ia tidak bisa langsung kuliah di institusi besar atau universitas di Amerika, yang memiliki persyaratan umur minimal 18 tahun.

    Tahun 2012, Moorissa yang telah memegang gelar Associate Degree atau D3 di bidang sains, lalu melanjutkan kuliah S1 jurusan Teknik Industri dan Statistik, di Georgia Institute of Technology di Atlanta.

    Selain aktif berorganisasi di kampus, berbagai prestasi pun berhasil diraihnya, antara lain President’s Undergraduate Research Award dan nominasi Helen Grenga untuk insinyur perempuan terbaik di Georgia Tech. Tidak hanya itu, ia pun menjadi salah satu lulusan termuda di kampus, di umurnya yang baru 19 tahun, dengan predikat Summa Cum Laude.

    Setelah lulus S1 tahun dan bekerja selama dua tahun di perusahaan pemasaran dan periklanan, MarkeTeam di Atlanta, tahun 2016 Moorissa lalu melanjutkan pendidikan S2 jurusan Data Science di Columbia University, di New York. Ia pun kembali menoreh prestasi dalam beberapa kompetisi, antara lain, juara 1 di ajang Columbia Annual Data Science Hackathon dan juara 1 di ajang Columbia Impact Hackathon.

    Kecintaan Moorissa akan bidang matematika dan aljabar sejak dulu telah mendorongnya untuk terjun lebih dalam ke dunia STEM, sebuah bidang yang masih sangat jarang ditekuni oleh perempuan.

    Nah, gimana OLXer, keren kan Moorissa Tjokro?

     

     

    Populer
    GIIAS 2023
    Berita Terkait