Senin, Oktober 2, 2023
Lainnya
    BeritaOtomasi Berimbas Kurangnya Fungsi SDM, Industri 4.0 Tak Sekejam Itu!

    Otomasi Berimbas Kurangnya Fungsi SDM, Industri 4.0 Tak Sekejam Itu!

    Jakarta – Aplikasi industri 4.0 dengan mengadopsi teknologi robot atau otomasi dalam sebuah manufaktur memberikan banyak manfaat. Selain proses yang jauh lebih cepat, juga memberikan kualitas produksi yang lebih tinggi.

    Beberapa pabrikan otomotif di Indonesia menurut Sekertaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara sudah mengadopsi teknologi ini.

    “Bagian pekerjaan yang sudah menggunakan robot antara lain pengelasan (welding), painting, bodi, dan sebagainya. Ini membuat kita makin kompetitif daya saingnya,” jelasnya dalam diskusi pintar Forum Wartawan Otomotif Indonesia (Forwot) bertajuk Peningkatan Daya Saing Industri Otomotif Indonesia Menuju Era Otomotif 4.0 di Jakarta, Kamis (15/8/2019).

    Namun diakui Kukuh adopsi otomasi ini belum bisa dilakukan secara menyeluruh, harus ada tahapan-tahapannya, sehingga tidak menimbulkan efek negatif, khususnya dalam pemberdayaan sumber daya manusia (SDM).

    “Yang harus diingat bahwa saat ini jumlah tenaga kerja di industri otomotif Indonesia mencapai 1,2 juta tenaga kerja tidak langsung serta 350 ribu tenaga kerja langsung,” sebut Kukuh Kumara.

    Menurut Kukuh, industri otomotif Indonesia merupakan salah satu industri strategis di Indonesia. Kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia 2018 mencapai 1,76 persen atau setara Rp 260,9 triliun.

    “Industri otomotif juga masuk kelompok 10 besar investasi asing langsung di Indonesia pada 2018 senilai US$ 1 miliar,” ujarnya.

    Dari sisi penjualan, sejak 2012 hingga 2018, penjualan mobil di Indonesia berada di level satu jutaan unit. Pada tahun ini, Gaikindo memprediksi penjualannya mencapai 1,1 juta unit.

    Ini makin diperjelas oleh Agus Tjahajana Wirakusumah, salah satu pengamat otomotif. Menurutnya dengan diperluasnya teknologi robot dalam industri maka akan terjadi pergeseran kebutuhan sumber daya manusia. 

    “Inilah yang menjadi efek samping yang mesti diperhatikan. Orang yang biasanya memutar obeng saja nantinya harus bisa melakukan programming. Ke depannya, kita harus punya (kompetensi) sumber daya manusia yang beda dari sekarang,” tegas Agus Tjahajana. 

    Cobot ciptaan Universal Robots membantu meningkatkan produktivitas manufaktur (Sumber Foto: Universal Robots)

    Untuk meredam hal tersebut, perlu adanya peningkatan kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang ada dalam industri melalui pendidikan vokasi.

    Malah pemerintah Indonesia melalui Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyakinkan bahwa tenaga manusia tidak akan sepenuhnya tergantikan oleh robot dalam implementasi industri 4.0. 

    ”Itu justru akan jadi opportunity atau kesempatan baru, jadi di belakang robot itu akan banyak tenaga kerja yang mengoperasikan,” ujar Airlangga beberapa waktu lalu.

    Sudah menjadi tugas pemerintah untuk melakukan pelatihan kepada tenaga kerja untuk menghadapi industri 4.0 tersebut. 

    Contohnya di Singapura, dalam menyambut revolusi industri 4.0, pemerintah Singapura gencar melakukan pelatihan pada pekerjanya. Sebab, sumber daya manusia ini juga yang bakal berperan mengoperasikan sistem industri.

    Negara ini memiliki rasio yang tinggi untuk penggunaan teknologi robot dalam industrinya. Rasionya sekitar 658 robot per 10 ribu karyawan. Bahkan rata-rata dunia rasio penggunaan robotnya 85 per 10 ribu karyawan.

    Sehingga tidak perlu ada kekhawatiran revolusi industri 4.0 bakal mengorbankan tenaga kerja dengan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara massal. Karena industri tak sekejam itu. (Z)

    Populer
    GIIAS 2023
    Berita Terkait