Meski jadi pelipur lara khususnya untuk para balita, namun odong-odong ternyata dianggap sebaliknya. Kendaraan yang sudah dimodifikasi ini justru tidak laman dan tidak laik digunakan apalagi jadi sebuah angkutan umum.
Menurut Pemerhati Masalah Transportasi, Budiyanto, untuk menjadi sebuah kendaraan umum setidaknya memiliki standar pelayanan minimal angkutan umum, meliputi keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan dan keteraturan.
Untuk menjadi sebuah kendaraan umum, kata Budi ada beberapa prinsip yang harus dipahami.
“Pertama, kendaraan. Moda transportasi angkutan umum harus menggunakan kendaraan angkutan umum. Apakah odong – odong sebagai angkutan umum? Jawaban pasti bukan, karena dari aspek persyaratan teknis dan laik jalan, jauh dari aspek keamanan & keselamatan,” ungkap Budi dalam pesan tertulis, Jumat (1/11/2019).
Bahkan, kata Budi, odong-odong yang dimodifikasi terlihat asal- asalan, karena tidak melalui uji tipe dan uji berkala, sehingga tidak memenuhi persyaratan lainnya sebagai kendaraan angkutan umum.
Prinsip kedua, kata Budi adalah sang pengemudi. Seperti aturan undang-undang, pengemudi harus menggunakan SIM umum.
“Bagaimana dengan fakta pengemudi odong – odong, pada umumnya menggunakan SIM C atau belum umum. Padahal SIM adalah bukti legitimasi kompetensi seseorang untuk mengemudikan kendaraan sesuai golongan,” ucapnya.
Lalu jika terjadi kecelakaan, kata Budi, karena odong-odong bukan klasifikasi kendaraan angkutan umum berarti, back up asuransi tidak ada.
Bahkan dampak lain apabila terjadi kecelakaan lalu lintas, tidak ada instansi atau lembaga yang buck up asuransi.
Ketiga prinsipnya soal penyelenggara angkutan umum. Sesuai dengan undang-undang, bahwa sebagai penyelenggara angkutan umum harus berbadan hukum.
“Bagaimana dengan odong-odong? Pada umumnya pemiliknya perorangan,” kata Budi.
Oleh karena itu, Budi menuturkan, dari persyaratan secara umum, ong- odong bukan kendaraan angkutan umum karena tidak memenuhi persyaratan angkutan umum, baik dari Jenis atau tipe kendaraan, pengemudi maupun penyelenggaranya.
“Melihat kejadian seperti ini menjadi tanggung jawab bersama, lebih khusus para pemangku kepentingan yang bertanggung jawab dibidang lalu lintas dan angkutan jalan untuk mengambil langkah proaktif sebelum terjadi hal- hal yang tidak kita inginkan Bersama,” tutup Budi. (Her)