Jumat, April 19, 2024
Lainnya
    BeritaTak Selalu Sanksi Tilang, Polisi Juga Bisa Berikan Teguran

    Tak Selalu Sanksi Tilang, Polisi Juga Bisa Berikan Teguran

    Sudah sewajarnya jika petugas kepolisian melakukan penertiban berupa sanksi tilang terhadap pengendara yang melanggar lalu lintas di jalan raya.

    Namun begitu, Pemerhati Transportasi dan Hukum, Budiyanto menyatakan, dalam sistem penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas ada dua cara, yaitu represif justice (tilang) atau represif non justice (teguran).

    “Konteksnya dengan penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas, petugas bisa melakukan penilaian sendiri di lapangan, apakah pelanggaran ini perlu kita tilang atau cukup dengan teguran,” ungkap Budiyanto dalam keterangannya.

    Kata Budi, sistem penegakan hukum sudah diatur dalam Pasal 18, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, berbunyi:

    1. Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.

    2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

    Budi mengatakan, baik represif justice atau represif non justice bisa saja dilakukan atas dasar tertangkap tangan ketika sedang dilakukan pemeriksaan baik secara rutin maupun insidentil.

    Selain itu, represif justice atau represif non justice bisa juga terjadi karena adanya laporan dan bukti dari hasil rekaman alat elektronika.

    Kendati begitu, Budi yang merupakan mantan Kasubdit Gakkum Polda Metro Jaya menyatakan, hingga saat ini petugas dan pengendara kerap mengalami kesalahpahaman saat tertangkap tangan ketika sedang diperiksa.

    Hal yang perlu dilakukan saat diperiksa

    Apabila terjadi razia atau pemeriksaan, ternyata tak perlu khawatir atau takut, terlebih jika memang merasa tidak melanggar.

    “Yang menjadi problem, ketika kendaraan diberhentikan masih ada yang tidak mau menghentikan kendaraan atau melarikan diri,” ujarnya.

    “Sampai dilakukan pengejaran oleh petugas, atau sudah mau berhenti, namun mereka tidak mau menunjukan surat-surat, karena merasa tidak bersalah dengan argumentasi yang bersifat subyektif,” tamba Budi.

    Padahal kewenangan petugas melakukan pemeriksaan diatur Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang  Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) pasal 265 ayat 3, berbunyi:

    Untuk melaksanakan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (pasal 265), petugas kepolisian berwenang untuk :

    a. menghentikan kendaraan bermotor.

    b. meminta keterangan kepada pengemudi, dan atau

    c. melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

    Jika dilakukan pemeriksaan, maka pengguna jalan wajib mematuhi perintah yang diberikan petugas kepolisian. Hal tersebut juga sesuai dengan pasal 104 ayat 3 UU No 22 tahun 2009 tentang LLAJ.

    Nah, ketika pengguna jalan dilakukan pemeriksaan oleh petugas, maka ada beberapa yang bisa diperlihatkan seperti, STNK, STCK, SIM, bukti lulus uji berkala atau tanda bukti lain yang sah.

    Sanksi hukum

    Adapun jika pengguna jalan tidak mematuhi perintah petugas, maka bisa masuk ranah pelanggaran lalu lintas sebagaimana diatur dalam pasal 282 UU No tahun 2009 tentang LLAJ.

    Adapun sanksi yang diberikan berupa pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu.

    Kendati demikian, apabila ada tindakan petugas yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum atau melanggar, maka bisa melalui Pra Peradilan.

    “Jadi tidak perlu cekcok, komplain atau melakukan tindakan-tindakan yang kontra produktif, tapi tetap menggunakan ruang atau mekanisme hukum yang ada,” tutup Budi.

    Mau beli mobil bekas berkualitas, yuk Cek di OLX Autos.

    Populer
    GIIAS 2023
    Berita Terkait